Sejak muncul dan maraknya kasus covid-19 di dunia, manusia mulai menggunakan instingnya untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain melalui pengoptimalan platform digital. Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kebutuhan untuk berkomunikasi satu sama lain untuk memenuhi segala kebutuhan.
Namun, adanya covid-19 menjadi penghalang manusia untuk saling berkomunikasi secara langsung. Pengoptimalisasian platform digital saat pandemi membuktikan bahwa kemampuan bertahan hidup yang diwariskan secara turun-temurun oleh nenek moyang masih melekat di dalam diri manusia.
Kehidupan saat ini telah bertransformasi dari dunia nyata ke dunia digital. Pesatnya digitalisasi yang didorong dengan merebaknya kasus covid-19 menjadikan lambat laun manusia hanyut dalam dunia digital, hal ini disebabkan karena kita dapat melakukan apapun di dunia digital mulai dari bekerja, menjalin relasi, bertamasya di metaverse, hingga rapat kenegaraan yang hasilnya berpengaruh terhadap orang banyak pun dapat dilakukan melalui platform digital. Banyak orang berpandangan bahwa digitalisasi menjadikan seseorang menjadi kontraproduktif, rasa empati yang berkurang, dan memiliki mental kepemimpinan yang kurang pula.
Platform digital tidak lain dan tidak bukan adalah representasi dunia nyata yang direpresentasikan melalui perangkat digital. Tentunya tidak fair jika kita hanya melihat dunia digital hanya dari sisi negatifnya.
Melihat munculnya talenta warga negara Indonesia yang dengan cepat mendapatkan apresiasi karena platform digital salah satunya Farel Prayoga, dia adalah seorang anak berusia 12 tahun yang dulunya adalah seorang pengamen jalanan kini menghibur seluruh tamu undangan pada Hari Ulang Tahun (HUT) Republik Indonesia ke-77 di Istana Negara, hal ini menunjukan bahwasanya platform memiliki pengaruh yang sangat besar bagi orang-orang yang tidak “terjamah”, mungkin sekarang Anda berpendapat “Ah kalau itu semua orang juga tahu, tapi lihat orang kalau sudah pegang HP pasti lupa tu sama orang yang ada di sekitarnya.” Pendapat seperti ini memang tidak dapat disalahkan walaupun pendapat ini juga tidak bisa menjadi dasar bagi kita untuk menilai bahwa digitalisasi menurunkan rasa empati kita kepada orang lain karena kita dapat temukan banyak Developer yang membuat aplikasinya untuk keperluan sosial seperti KitaBisa.com, WeCare.id, Causes.com dan masih banyak lagi yang sangat membantu bagi masyarakat yang sedang membutuhkan.
Lalu mungkin Anda akan bertanya lagi “lalu bagaimana dengan karsa, gua liat-liat ni banyak orang sekarang apelagi anak muda ga punya power buat menentukan sikap, anak-anak muda sekarang mental tempe semua!” Ungkapan seperti ini lagi-lagi tidak dapat disalahkan, akan tetapi jika kita lihat ada Faiz Daffa yang membangun bisnis Antarestar dari menjual barang-barang yang sedang populer di dunia maya dan meraih omset 3,5 Milyar per bulan di umur yang masih 19 tahun dan masih banyak cerita-cerita inspiratif lainnya karena peran digitalisasi.
Dilihat dari beberapa cerita di atas kita dapat ambil hikmah bahwa untuk dapat menjadi insan yang unggul di dunia digital ini kita memerlukan growth mindset dan dapat kita lihat juga bahwasanya melalui digitalisasi Cipta, Rasa, dan Karsa tidak sama sekali berkurang melainkan kita dapat meningkatkan hal tersebut ke ranah yang lebih luas. Yang kita perlukan hanyalah melakukan apa yang kita bisa dan kuasai dengan setulus hati dan terus berusaha mencari kesempatan yang lahir dari dunia digital ini, karena kita tidak tahu hal apa yang nantinya membuat kita sukses.
Artikel lainnya di – aksaralab.com
sumber : digitalbisa.id